YUSUF
ASPEK-ASPEK YANG MEMPENGARUHI BENTUK AKHLAK (INSTING,
POLA DASAR BAWAAN, LINGKUNGAN, KEBIASAAN, KHENDAK DAN PENDIDIKAN)
Pendahulaun
Sebagai umat manusia
kita harus senantiasa taat menjalankan perintahnya agama, yaitu dengan
menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang
olehnya[1]; di abad 21 ini, mungkin banyak diantara kita yang masih
berkurang memperhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu diingat, bahwa
Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita utamakan,disamping
mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba
terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah
sebaik-baiknya manusia.
Namun, pada pernyataannya dilapangan.
Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai
macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina. Dri
pembinaan tersebut akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia,
taat kepada Allah dan rasul-Nya hormat kepada ibu bapak dan sayang kepada
sesama mahluk ciptaan Allah.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat
diartikan sebagai usaha-usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk akhlak
anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan
baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten[2]
A. Definisi
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan
untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan),
pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut pembahasan, akhlak berasal dari
bahasa Arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat[3]. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
khalaqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang
juga erat hubungannya dengan خَالِقٌ yang
berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun مَخْلُوْقٌ
yang berani yang diciptakan.
Ibnu
Athir menjelaskan bahwa:
Hakikat makna khuluq itu, adalah gambaran
batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqi
merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnyaaa
tubuh dan lain sebagainya).
Imam
al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan
tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
Dr.
M. Abdulah Dirroz[4], mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak
adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal
akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Dari
beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah
tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam
jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan lagi.
B. Pembentukan Akhlak
Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan
asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan
pembinaan (muktasabah), bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang
ada dalam diri manusia termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat,
fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara
dan pendekatan yang tepat.
Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa
akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak adalah insting (garizah)[5] yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini cendrung
kepada perbaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa
kata hati atau intuisi yang selalu cendrung pada kebenaran. Dengan pandangan
seperti ini maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa bentuk
atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa
akhlak adalah gambaran batin ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin.
C. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
A.
Insting
dan Naluri
Aneka corak refleksi sikap, tindakan
dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh
insting seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah).[1][4]
Insting merupakan seperangkat tabi”at yang dibawa manusia sejak lahir. Menurut
james insting adalah suatau alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang
menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan
tiada dengan didahului latihan perbuatan itu. Para psikolog menjelaskan bahwa
insting (naluri) berfungsi sebagai
motivator pengerak yang mendorong lahirnya tingkah laku, antara lain:
1) Naluri makan
Begitu manusia lahir telah memiliki
hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya , begitu bayi lahir ia
dapat mencari tetek ibunya dan mehisap air susu ibunya tanpa diajari lagi.
2)
Naluri berjodoh
Laki – laki menginginkan wanita, dan
wanita menginginkan laki – laki.dalam Al- Qur’an diterangkan:
iƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#otsÜZs)ßJø9$#
Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak
(QS. Ali Imran
: 14 )
3)
Naluri keibubapakan
Ta’biat kecintaan orang tua terhadap
anaknya, dan sebaliknya.
4) Naluri
berjuang
Ta’biat manusia yang selalu
mempertahankan dirinya, dari gangguan dan tantangan, jika seseorang diserang
oleh musuh, maka ia akan membela dirinya.
5) Naluri
ber-Tuhan
Ta’biat manusia yang merindukan Penciptanya
yang memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam naluri beragama.[2][5]
Selain
kelima insting tersebut, masih banyak lagi insting yang sering dikemukakan oleh
para ahli psikologi, misalnya insting ingin tahu dan memberitahu, insting suka
bergaul, insting suka meniru, insting takut, dan lain- lain. Insting merasa
takut berpakar para manusia, mengikutinya mulai masa kanak-kanak sampai masuk
liang kubur. Antar insting ini dengan insting lainnya saling berdesak-desakan.
Seperti marah, suka mencipta, suka mengetahui, dan bercumbu-cunbuan,. Sehingga
menghambat untuk lahirnya insting takut atau menjadikan sebab akan
keragu-raguan.
Dengan potensi naluri itulah manusia
dapat memproduk aneka corak perilaku
sesuai pula dengan corak instingnya. Prilaku seseorang akan mencerminkan
akhlaknya, jika prilaku baik maka akhlaknya juga baik.
B.
Pola
Dasar Bawaan
Secara individu kepribadian Muslim mencerminkan cirri khas
yang berbeda. Ciri khas tersebut diperolah berdasarkan potensi bawaan. Dengan
demikian secara potensi (pembawaan) akan dijumpai adanya perbedaan kepribadian
antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Namun perbedaan itu terbatas pada
seluruh potensi yang mereka miliki, berdasarkan factor pembawaan masing-masing
meliputi aspek jasmani dan rohani. Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk
fisik, warna kulit, dan cirri-ciri fisik lainnya. Sedangkan pada aspek rohaniah
seperti sikap mental, bakat, tingkat kecerdasan, maupun sikap emosi.
Sebaliknya dari aspek roh, ciri-ciri itu menyatu dalam
kesatuan fitrah untuk mengabdi kepada penciptannya. Latar belakang penciptaan
manusia menunjukkan bahwa secara fitrah manusia memiliki roh sebagai bahan baku
yang sama. Menurut Hasan Langgulung, pernyataan tersebut mengandung makna
antara lain, bahwa Tuhan memberikan manusia beberapa potensi yang sejalan
dengan sifat-sifatnya. Kepibadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui
pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam
pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang dimiliki akhlak yang mulia.
Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi
mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna imannya, adalah orang mukmin
yang paling baik akhlaknya.
Disini terlihat ada dua sisi penting dalam pembentukan
kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak. Bila iman dianggap sebagai konsep
batin, maka batin adalah implikasi dari konsep itu yang tampilanya tercermin
dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan sisi abstrak dari
kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon akhlak mulia.
Menurut Abdullah al-Darraz, pendidikan akhlak dalam
pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai pengisi nilai-nilai keislaman.
Dengan adanya cermin dari nilai yang dimaksud dalam sikap dan perilaku
seseorang maka tampillah kepribadiannya sebagai muslim. Muhammad Darraz menilai
materi akhlak merupakan bagian dari nilai-nilai yang harus dipelajari dan
dilaksanakan, hingga terbentuk kecendrungan sikap yang menjadi ciri kepribadian
Muslim.
Usaha
yang dimaksud menurut Al-Darraz dapat dilakukan melalui cara memberi materi
pendidikan akhlak berupa :
·
Pensucian jiwa
·
Kejujuran dan benar
·
Menguasai hawa nafsu
·
Sifat lemah lembut dan rendah hati
·
Berhati-hati dalam mengambil
keputusan
·
Menjauhi buruk sangka
·
Mantap dan sabar
·
Menjadi teladan yang baik
·
Beramal saleh dan berlomba-lomba
berbuat baik
·
Menjaga diri (iffah)
·
Ikhlas
·
Hidup sederhana
·
Pintar mendengar dan kemudian
mengikutinya (yang baik)
Pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan upaya
untuk mengubah sikap kearah kecendrungan pada nilai-nilai keislaman. Perubahan
sikap, tentunya tidak terjadi secara spontan. Semua berlajan dalam sautu proses
yang panjang dan berkesinambungan. Diantara proses tersebut digambarkan oleh
danya hubungan dengan obyek, wawasan, peristiwa atau ide(attitude have
referent), dan perubahan sikap harus dipelajari (attitude are learned), menurut
Al-Ashqar. Ada hubungan timbale balik antara individu dengan lingkungannya.
Selanjutnya kata Al-Ashqar, jika secara konsekwen tuntutan
akhlak seperti yang dipedomankan pada Al-Qur’an dapat direalisasikan dalam
kehidupan sehar-hari, maka akan terlihat ciri-cirinya. Ia memberikan rincian
ciri-ciri yang dimaksud sebagai berikut:
·
Selalu menepuh jalan hidup yang
didasarkan didikan ketuhanan dengan melaksanakan ibadah dalam arti luas.
·
Senantiasa berpedoman kepada
petunjuk Allah untuk memperolah bashirah (pemahaman batin) dan furqan
(kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk).
·
Mereka memperoleh kekuatan untuk
menyerukan dan berbuat benar, dan selalu menyampaikan kebenaran kepada orang
lain.
·
Memiliki keteguhan hati untuk
berpegang kepada agamanya.
·
Memiliki kemampuan yang kuat dan
tegas dalam menghadapi kebatilan.
·
Tetap tabah dalam kebenaran dalam
segala kondisi.
·
Memiliki kelapangan dan ketentraman
hati serta kepuasan batin hingga sabar menerima cobaan.
·
Mengetahui tujuan hidup dan
menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir yang lebih baik.
·
Kembali kepada kebenaran dengan
melakukan tobat dari segala kesalahan yang pernah dibuat sebelumnya.
Dalam hal ini Islam juga mengajarkan bahwa factor genetika
(keturunan) ikut berfungsi dalam pembentukan kepribadian Muslim. Oleh karena
itu, filsafat pendidikan Islam memberikan pedoman dalam pendidikan Prenatal
(sebelum lahir), Pembuahan suami atau istri sebaiknya memperhatikan
latarbelakang keturunan masing-masing pilihan (tempat yang sesuai) karena
keturunan akan membekas (akhlak bapak akan menurun pada anak).
Kemudian dalam proses berikutnya, secara bertahap sejalan
dengan tahapperkembangan usianya, pedoman mengenai pendidikan anak juga telah
digariskan oleh filsafat pendidikan Islam. Kalimat tauhid mulai diperdengarkan
azan ketelingan anak yang baru lahir. Kenyataan menunjukkan dari hasil
penelitian ilmu jiwa bahwa bayi sudah dapat menerima rangsangan bunyi semasa
masih dalam kandungan. Atas dasar kepentingan itu, maka menggemakan azan
ketelingan bayi, pada hakikatnya bertujuan memperdengarkan kalimat tauhid
diawak kehidupannya didalam dunia.
Pada usia selanjutnya, yaitu usia tujuh tahun anak-anak
dibiasakan mengerjakan shalat, dan perintah itu mulai diintensifkan menjelang
usia sepuluh tahun. Pendidikan akhlak dalam pembentukan pembiasaan kepada
hal-hal yang baik dan terpuji dimulai sejak dini. Pendidikan usia dini akan
cepat tertanam pada diri anak. Tuntunan yang telah diberikan berdasarkan
nilai-nilai keislaman ditujukkan untuk membina kepribadian akan menjadi muslim.
Dengan adanya latihan dan pembiasaan sejak masa bayi, diharapkan agar anak
dapat menyesuaikan sikap hidup dengan kondisi yang bakal mereka hadapi kelak.
Kemampuan untuk menyesuikan diri dengan lingkungan tanpa harus mengorbankan
diri yang memiliki ciri khas sebagai Muslim, setidaknya merupakan hal yang
berat.
Dengan demikian pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya
merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai
akhlak al-karimah. Untuk itu setiap Muslim diajurkan untuk belajar seumur
hidup, sejak lahir (dibesarkan dengan yang baik) hingga diakhir hayat.
Pembentukan kepribadian Muslim secara menyeluruh adalah pembentukan yang
meliputi berbagai aspek, yaitu:
·
Aspek idiil (dasar), dari landasan
pemikiran yang bersumber dari ajaran wahyu.
·
Aspek materiil (bahan), berupa
pedoman dan materi ajaran yang terangkum dalam materi bagi pembentukan akhlak
al-karimah.
·
Aspek sosial, menitik beratkan pada
hubungan yang baik antara sesama makhluk, khususnya sesama manusia.
·
Aspek teologi, pembentukan
kepribadian muslim ditujukan pada pembentukan nilai-nilai tauhid sebagai upaya
untuk menjadikan kemampuan diri sebagai pengabdi Allah yang setia.
·
Aspek teologis (tujuan), pembentukan
kepribadian Muslim mempunyai tujuan yang jelas.
·
Aspek duratife (waktu), pembentukan
kepribadian Muslim dilakukan sejak lahir hingga meninggal dunia.
·
Aspek dimensional, pembentukan
kepribadian Muslim yang didasarkan atas penghargaan terhadap factor-faktor
bawaan yang berbeda (perbedaan individu).
·
Aspek fitrah manusia, yaitu
pembentukan kepribadian Muslim meliputi bimbingan terhadap peningkatan dan
pengembangan kemampuan jasmani, rohani dan ruh.
Pembentukan kepribadian muslim merupakan pembentukan
kepribadian yang utuh, menyeluruh, terarah dan berimbang. Konsep ini cenderung
dijadikan alasan untuk memberi peluang bagi tuduhan bahwa filsafat pendidikan
Islam bersifat apologis (memihak dan membenarkan diri). Penyebabnya antara lain
adalah ruang lingkupnya terlalu luas, tujuan yang akan dicapai terlampau jauh,
hingga dinilai sulit untuk diterapakn dalam suatu sistem pendidikan.
C.
Lingkungan
Lingkungan ialah suatu yang melingkupi tubuh yang hidup.
Lingkungan manusia merupakan apa yang melingkunginya dari negeri, lautan,
sungai, udara dan bangsa. Lingkungan ada dua macam yaitu[3][7]:
a.
Lingkungan alam
Lingkungan alam telah menjadi perhatian para ahli-ahli sejak zaman Plato sehingga sekarang
ini.dengan memberi penjelasan- penjelasan dan sampai akhirnya membawa pengaruh.
Ibnu Chaldun telah menulis dalam kitab pendahuluannya. Maka tubuh yang hidup
tumbuhnya bahkan hidupnya tergantung pada keadaan lingkungan yang ia hidup didalamnya.
Kalau lingkungan tidak cocok kepada tubuh, maka tubuh
tersebut akan mati. Udara , cahaya, dan apa yang ada di sungai, serta di lautan
sangat mempengaruhi dalam kesehatan penduduk dan keadaan mereka yang mengenai
akal dan akhlak.
Demikian juga akal,
yakni saling mempengaruhi antara akal dengan lingkungan, dan antara apa yang
melingkunginya. Akal tidak tetap atau meningkat ke atas kecuali dengan
mempergunakan pikirannya dalam keadaan di kanan – kirinya dan mengambil paedah
dari lingkungan yang berada disekitarnya.
b.
Lingkungan pergaulan
Lingkungan pergaulan meliputi manusia, seperti rumah,
sekolah, pekerjaan, pemerintah, syiar agama, ideal, keyakinan, pikiran –
pikiran, adat istiadat, pendapat umum, bahasa, kesusastraan, kesenian,
pengetahuan dan akhlak. Pendeknya apa yang dihasilkan oleh kemajuan manusia.
Manusia pada umumya lebih banyak terpengaruh pada
“lingkungan alam”. Apabila ia telah mendapat sedikit kemajuan, “lingkungan
pergaulan”lah yang menguasainya, sehingga ia dapat mengubah lingkungan atau
menyesuaikan diri kepadanya. Contohnya ketika udara panas ia mengunakan pakaian
tipis dan putih, agar dapat menolak hawa panas, dan membangun rumahnya menurut
aturan tertentu dan dapat menyejukkan.[4][8]
Walaupun manusia terpengaruh oleh lingkungan alam atau
lingkungan pergaulan namun dengan akal ia dapat membatasi dan menentukan
lingkungan yang cocok untuknya.
D.
Kebiasaan
Adat / kebiasaan adalah
setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang
dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan.[5][1]
Perbuatan yang telah menjadi adat kebiasaan, tidak cukup hanya di ulang-ulang
saja, tetapi harus disertai kesukaan dan kecendrungan hati terhadapnya.
Segala perbuatan, baik
atau buruk, akan menjadi adat kebiasaan karna dua faktor: “ kesukaan hati
kepada sesuatu pekerjaan dan menerima kesukaan itu dengan melahirkan sesuatu
perbuatan, dan dengan di ulang- ulang secukupnya”. Adapun berulangnya sesuatu
perbuatan saja, (yakni mengerakkan anggota tubuh dengan perbuatan), tidak ada
gunanya dalam pembentukan adat kebiasaan. Seperti seseorang yang sakit yang
berulang-ulang menelan obat yang sangat pahit yang tidak di sukainya, mengharap
lekas sembuh supaya tidak menelannya lagi, baginya penelanan obat itu tidak
menjadi adat kebiasaan. Seperti seorang murid
yang malas pergi ke sekolah, dia pergi kesekolah hanya karna tekanan orang tua,
sehingga apabila tidak ada tekanan orang tua tersebut ia tidak mau pergi ke
sekolah. Akan tetapi kita melihat peminum minuman keras yang di ulang- ulangi
meminum minuman keras tersebut.[6][2]
Alasan dalam contoh ini
adalah, bahwa orang yang sakit itu hatinya tidak suka minum obat, padahal ia
ingin sehat kembali. Maka karna kesukaan hati dalam suatu perbuatan dan
mengulanginya tidak nyata ada, sehingga tidak menjadi adat kebiasaan. Demikian
juga seorang murid yang hatinya tidak suka pergi kesekolah, dimana ia hanya
pergi karna tekanan orang tua, hal itu tidak dikatakan kebiasaan. Ada pun
peminum minuman keras yang suka meminum minuman keras dan kesukaan ini diualng
- ulanginya, maka hal inilah yang menjadi adat kebiasaan.
Mengulangi sesuatu hal,
dengan kesukaan hati saja tidak cukup dikatakan suatu kebiasaan. Barang siapa
yang ingin berulang kali ingin meminum minuman keras, akan tetapi tidak
mengulangi maka hal itu tidak menjadi kebiasaan. Dengan demikian suatu hal yang
akan menjadi suatu adat kebisaan karna keinginan hati dan dilakukannya, serta
di ulang - ulanginya.[7][3]
Fungsi
kebiasaan adalah:
a.
Memudahkan perbuatan
Seperti percakapan yang
kita lakukan, yang menghabiskan beberapa tahun untuk mempelajarinya, dan
mempergunakan kerongkongan, lidah, langit - langit, dan bibir. Dan terkadang
untuk mengucapkan sepatah kata mempergunakan semua anggota tersebut. Anak kecil
berangsur - angsur dari mengucapkan beberapa huruf yang mudah kepada yang
sukar, sehingga terbentuk adat kebiasaan, dan dapat berbicara dengan tidak
terasa sukar sedikitpun.
b.
Menghemat waktu dan perhatian
Perbuatan
yang diulang - ulang dan menjadi kebiasaan, maka seseorang dapat melakukan
dalam waktu yang lebih singkat dan tidak menghajatkan kepada perhatian yang
banyak. Contohnya kita menulis, yang
membutuhkan beberapa waktu dan perhatian
yang sempurna dan mempersiapkan segala pikiran yang ada, akan tetapi setelah menjadi
kebiasaan dapatlah seseorang menulis beberapa halaman dalam waktu yang sama
ketika ia menulis satu baris, dan dapat pula sambil menulis pikirannya melayang
ke lain jurusan. Maka kehidupan kita bertambah - tambah ratusan kali karna
kebiasaan.
Contoh lain yaitu,
perbandingan antara tangan kanan dan tangan kiri merupakan kebiasaan yang
menjadikan tangan kanan lebih tangkis, lebih cepat mempelajarinya, dan apabila
tangan kanannya hilang, orang dapat mengerjakan dengan tangan kirinya, apa yang
dikerjakan tangan kanannya, bahkan banyak orang yang hilang kedua tangannya,
lalu bisa mengerjakan dengan kedua kakinya apa yang dahulu dikerjakan dengan
kedua tangannya.
Ada
beberapa cara untuk dapat merubah kebiasaan yang buruk, yaitu:
a)
Berniat sungguh - sungguh.
Niat tersebut tidak ada
perasaan ragu - ragu. Kita harus mau meletakkan diri ketempat yang cocok dengan
kebiasaan yang baik. Kemudian mengikat lawan adat kebiasaan yang buruk.
Janganlah mengulangi perbuatan yang buruk lagi.kerjakan niat tersebut dengan
kekuatan yang besar.
b)
Menghindari kebiasaan yang buruk, sekaligus
meninggalkannya
c)
Carilah waktu yang baik untuk memperbaiki niatmu, kemudian ikutilah segala
gerak jiwa yang menolong perbaiki niat tersebut.
d)
Jagalah pada dirimu kekuatan penolak dan
peliharalah agar selalu hidup dalam jiwamu, dengan mendarmakan perbuatan yang
kecil-kecil tiap hari, untuk mengekang hawa nafsumu, karna yang demikian itu
dapat menolong engkau untuk menghadapi segala penderitaan kalau datang
waktunya.
E.
Pendidikan
Dunia pendidikan, sangat
besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku, dan akhlak seseorang.
Bebagai ilmu diperkenalkan agar siswa memahaminya dan dapat melakukan suatu
perubahan pada dirinya. Begitu pula apabila, siswa diberi pelajaran “AKHLAK”,
maka memberi tahu bagaimana seharusnya manusia itu bertingkah laku, bersikap
terhadap sesamanya, dan pernciptanya(Tuhan).
Dengan
demikian , strategis sekali dikalangan pendidiakn dijadikan pusat perilaku yang
kurang baik untuk diarahkan menuju keperilaku yang baik. Maka dibutuhkan
beberapa unsur dalam pendidikan, untuk bisa dijadikan agent perubahan sikap dan
perilaku manusia.
Dari
tenaga pendidik (pengajar) perlu memiki kemampuan profesionallitas dalam
bidangnya. Dia harus mampu memberikan wawasan, materi, mengarahkan dan
membimbing anak didiknya, ke hal yang baik. Dengan penuh perhatian, sabar,
ulet, tekun, dan berusaha terus menerus, pengajar hendaknya melakukan
pendekatan psikologis.
Unsur
lain yang perlu diperhatikan adalah materi pengajaran. Apabila materi
pengajaran yang disampaikan oleh pendidik menyimpang dan mengarah ke perubahan
perilaku yang menyimpang, inilah suatu keburukan dalam pendidikan. Tetapi
sebaliknya, apabila materinya baik dan benar setidaknya siswa akan terkesan
dalam sanubari pribadinya. Bekasan materi itu akan memotivasi bagaimana harus bertindak
yang baik dan benar. Penguasaan metodologis pengajaran yang dilakukan pendidik
juga akan berperan aktif dalam mempengaruhi akhlak siswa.
Lingkungan
sekolah dalam dunia pendidikan merupakan tempat bertemunya semua watak.
Perilaku dari masing – masing anak yang berlainan. Ada anak yang nakal,
berprilaku baik dan sopan dalam bahasanya, beringas sifatnya, lancar
pembicarannya, pandai pemikirannya dan sebagainya. Kondisi kepribadian anak
yang sedemikian rupa, dalam interaksi antara anak satu, dengan anak lainnya
akan saling mempengaruhi juga pada kerpribadian anak. [8][6]
Dengan
demikian lingkungan pendidikan sangat memengaruhi jiwa anak didik. Dan akan
diarahkan kemana anak didik dan perkembangan kepribadiannya. Jika lingkungan
pendidikan anak itu baik maka akhlaknya juga baik.
DAFTAR PUSTAKA
Zahrudin, Pengantar
Studi Akhlak, ( Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada , 2004 ) h. 93
Deswita, Akhlak Tasawuf, (Batusangkar :
STAIN Batusangkar Press, 2010) h. 93
Ahmad Amin, Etika Ilmu
Akhlak, ( Jakarta: Bulan Bintang,
1952) h. 21
Ahmad, Imam
S, Tuntunan Akhlaqul Karimah (Jakarta: LEKDIS, 2005)
Moh.
Amin, Drs. Pengantar Ilmu Akhlaq (Surabaya: EXPRESS, 1987)
Mustofa.
A. Drs. H. Akhlak Tasawuf (Bandung CV. Pustaka Setia, 1999)
Nata.
MA, Abuddin, Prof. Dr. H, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada)
Jalaludin, Teologi
Pendidikan.Raja Gafindo Persada .Jakarta: 2002
-----------, Teologi Pendidikan Islam. (Edisi Revisi) Raja Grafindo
Persada. Jakarta : 2003
Zahrudin,
Pengantar Studi Akhlak, ( Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada
, 2004 ) h. 93
Ahmad Amin,
Op. cit h. 41
Deswita,
Akhlak Tasawuf, (Batusangkar : STAIN Batusangkar Press, 2010)
h. 93
Ahmad Amin,
Etika Ilmu Akhlak, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1952) h. 21
Mustofa,
Akhlak tasawuf , (Bandung: Pustaka Setia, 1999) h. 110